TEORI/ ASPEK | BEHAVIORISME | KOGNITIVISME | HUMANISTIK | SIBERNETIK |
Makna belajar | Perubahan tingkah laku | Perubahan persepsi | Memanusiakan manusia | Pengolahan informasi |
Proses belajar | Stimulus-Respon | Tahapan yang terikat dan kontinu | Pengalaman untuk mencari pengetahuan | Menggunakan sistem informasi |
Kekuat-an | Mengutamakan hasil interaksi stimulus-respon | Mengutamakan proses belajar | Mengutamakan pengalaman, aktivitas dan proses | Berfikir divergen dan sistematis |
Kelemahan | -Proses belajar yang komplek tidak terjelaskan -asumsi “stimulus- respon” terlalu sederhana | - - Lebih dekat ke psikologi - sulit melihat “struktur kognitif” yang ada pada setiap individu. | Lebih dekat ke filsafat dari pada pendidikan | Hanya menekankan sistem informasi dari pada materi |
Peneka-nan | pada hasil belajar | Pada proses belajar | Pada isi atau materi | Pada sistem informasi |
Tokoh | | | Bloom dan Krathwohl, Kolb, Honey dan | Landa, |
Learning Theory
Learning Theory
DESKRIPSI
Pada esensinya belajar merupakan suatu kebutuhan dasar (basic need) bagi setiap manusia. Dengan belajar maka pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, nilai, sikap, tingkah laku dan semua perbuatan manusia terbentuk, disesuaikan dan dikembangkan. Ada pendapat yang mengemukakan bahwa belajar harus mengakibatkan perubahan tingkah laku dan perubahan tersebut sifatnya relatif permanen. Di lain sisi Bobbi De Porter dan Mike Hernacki menegaskan bahwa belajar pada dasarnya merupakan penyesuaian gaya belajar seseorang di dalam mengolah informasi dalam diri seseorang (Bobbi De Porter dan Mike Hernacki : 2003).
Dari beberapa pendapat mengenai belajar dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseoramg untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Di tempat lain Slameto mengemukakan bahwa perubahan tingkah laku itu mempunyai ciri-ciri antara lain; 1) perubahan tersebut terjadi secara sadar; 2) perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional; 3) perubahan tersebut bersifat positif dan aktif; 4) tidak bersifat sementara; 5) perubahan tersebut mempunyai tujuan dan terarah; dan 6) perubahan tersebut mencakup seluruh aspek tingkah laku (Slameto, 2003:3)
Dari pengertian mengenai belajar tersebut kita dapat menarik sebuah pengertian mengenai teori belajar. Teori belajar (learnig theory) adalah suatu hasil pemikiran maupun hasil penelitian yang menjelaskan bagaimana proses belajar berlangsung pada diri seseorang. Teori Belajar bersifat deskriptif dalam arti mendeskripsikan bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri seseorang (Mukminan : 1998).
Dalam hal ini Teori Belajar sangat berguna sebagai dasar pengembangan pembelajaran (Instuctional development). Namun perlu diketahui bahwa teori belajar itu sendiri mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain sebagaimana diungkapkan Mukminan ; 1) diturunkan dari percobaan-percobaan dengan binatang; 2) dilakukan dengan kontrol yang ketat; 3) eksperimen di kelas sulit dilakukan (Mukminan : 2005).
Berangkat dari gambaran di atas, maka pembahasan makalah ini selanjutnya akan mengupas atau bahkan mengkritik salah satu dari sekian banyak teori belajar yang ada, dalam hal ini adalah teori behaviorisme. Akan tetapi sebelumnya akan dikemukakan gambaran secara singkat tentang aliran-aliran dalam teori belajar dan aspek-aspeknya, antara lain :
Uraian di atas secara sederhana telah mengupas tentang teori – teori belajar, walaupun terkesan parsial namun diharapkan bisa memberikan pemahaman yang komprehensif tentang teori-teori yang membangun konsep dalam belajar dan pembelajaran. Selanjutnya penulis akan mencoba meneropong apa hakikat sebenarnya tentang madzhab behavioristik.
Secara sengaja E.L Thorndike sang profesor di Universitas Columbia , New York Amerika Serikat menemukan teori Conektionisme yang selanjutnya kita kenal teori tersebut sebagai bagian dari madzhab behavioristik. Dalam teori ini disebutkan mengenai keadaan belajar seseorang yang mempunyai korelasi positif dengan tingkat kepuasan sebagai akibat dari suatu respon. Semakin kuat tingkat kepuasan/reward yang dijanjikan semakin tinggi pula semangat untuk memperolehnya. Dalam temuannya Thorndike menyebutnya sebagai dialek antara stimulus dengan respon.
Sebagaimana telah kita pahami selama ini, percobaan Thorndike yang menggunakan sampel binatang dan problem box memberikan suatu deskripsi bahwa pross pencarian kebenaran merupakan konsep trial and error. Dengan lain perkataan bahwa percobaan Thorndike tersebut menggambarkan seorang pencari (binatang sebagai sampelnya) yang berada dalam lingkungan bermasalah (problem box). Binatang tersebut hanya dapat menemukan kebenaran dengan terus melakukan perbuatan yang monoton dan sudah disetting sedemikian rupa oleh perancangnya.
Secara filosofis, madzhab behavioristik memiliki kaitan erat dengan paradigma Newtonian yang menganggap dunia dan alam semesta ini sebagai mesin yang dapat dikendalikan semaunya. Madzhab behavioristik mewakili puncak pendekatan mekanistik pada bidang psikologi. Berdasarkan pengetahuan fisiologi manusia yang terperinci, kaum behavioris menciptakan suatu “psikologi tanpa jiwa”, suatu bentuk bangunan pengetahuan yang menyerupai versi manusia mesin (Fritjhof Capra : 2002 ).
Asumsi dasar yang dibangun madzhab behavioristik adalah; pertama, bahwa fenomena-fenomena yang kompleks dapat direduksi menjadi kombinasi rangsangan dan tanggapan sederhana. Artinya, hukum-hukum yang ditarik dari situasi eksperimen diharapkan berlaku pada fenomena-fenomena yang lebih kompleks (Firtjof Capra : 2002, 197). Kedua, sensasionalisme diasumsikan bahwa segala perilaku manusia terjadi karena pengalaman sensorik (sensoric empiris). Ketiga, asosialisme, perilaku manusia (dalam hal ini termasuk mental) terjadi karena hubungan asosiasi yang dilakukan secara berulang-ulang (reinforcement). Keempat, mekanisme, manusia disamakan dengan mesin yang dapat diatur sedemikian rupa tanpa mempertimbangkan komponen misterius yang ada pada dirinya ( Ainurrofiq Dawam : 2003 ).
Dalam mainstream pemikiran madzhab behavioristik, terdapat suatu klaim bahwa manusia adalah mahluk pasif. Pemikiran ini menunjuk adanya kepasrahan untuk diproses dalam diri setiap manusia. Manusia tipe apapun dapat dibentuk sesuai keinginan pembentuknya. Karena sifatnya yang pasif, manusia hanyalah menerima respon-respon yang diberikan sekelilingnya dan dilanjutkan dengan proses pengukuhan (reinforcement). Dengan demikian aspek terparah yang akan dialami manusia adalah melekatnya mental-mental ”underdog” yang tidak memiliki kekuatan untuk memunculkan kemampuannya. Potensi yang ia miliki tidak terdeteksi secara maksimal karena proses eksternal telah menciptakan suatu mahluk yang siap diarahkan kemana proses tersebut menghendaki.
Pada ranah berikutnya, menurut aliran ini manusia tidaklah memiliki potensi psikologis yang berhubungan dengan kegiatan belajar antara lain pikiran, persepsi, motivasi dan emosi ( Max Darsono , 2000 : 5 ). Dengan lain perkataan dapat disebut bahwa manusia adalah mahluk mekanis, karena menurut arah pemikirannya manusia alpa akan kemampuan psikologisnya. Manusia terdiri dari unsur-unsur yang dapat diolah sedemikian rupa terserah yang memprosesnya. Dengan asumsi seperti ini manusia dapat direkayasa sesuai dengan kehendak dan tujuan yang ditargetkan (Abib Syamsuddin Makmun, 2001 : 160).
Bagi madzhab behavioristik yang terpenting dalam proses belajar adalah pemberian stimulus yang akan mengakibatkan terjadinya tingkah laku yang dapat diobservasi dan diukur. Sebagai misal, pertanyaan sederhana yang dapat dajukan adalah, mengapa aliran ini menafikan kemampuan dan potensi manusia dalam ranah psikologis? Hal demikian terjadi karena parameter yang digunakan adalah observasi dan ukuran. Setiap hal yang dapat diobservasi dan diukur itulah kebenaran bagi madzhab behavioristik. Demikian stimulus harus dipilih sesuai dengan keinginan, kemudian diberikan secara berulang-ulang dan terus menerus (latihan) sehinga muncullah respon. Respon yang nantinya dihasilkan adalah mekanistis. Nah, respon yang dihasilkan inilah yang akhirnya dijadikan suatu tolak ukur keberhasilan belajar.
Apabila hubungan antara respon dan stimulus telah terjadi, maka itulah yang oleh madzhab behavioristik disebutkan bahwa proses belajar telah terjadi. Dalam arti telah terjadi perubahan-perubahan dari belum ada respon menjadi sudah ada respon. Respon yang telah dihasilkan tadi pun tergantung pada stimulus yang diberikan, sehingga dalam kebanyakan kasus kurang terdapat improvisasi dalam menanggapi respon.
Kalau ditilik dalam konteks pembelajaran pada umumnya pengaruh madzhab behavioristik (Thorndike , Skinner maupun Pavlov ) masih sangat kuat sekali, sehingga wajar bilamana masih banyak pengajar yang menginginkan muridnya menjadi bentuk tertentu sesuai dengan keinginannya. Karena bgi mereka seolah-olah murid dapat dibentuk atau kalau menurut madzhab behavioristik, tinggal memberi stimulus-stimulus kemudian mereka harus memberi respon.
MADZHAB BEHAVIORISTIK DALAM PEMBELAJARAN
Gambaran diatas cenderung terkesan mengkritik akan keberadaan madzhab behavioristik. Hal itu tidak bermaksud membuat “anti tesis” akan ke-valid-an penemuan tersebut. Walau begitu namun penemuan yang dihasilkan lewat metode ilmiah berdasar atas asas hipotetiko verifikatif seperti halnya yang telah dilakukan oleh Skinner dan kawan-kawan dengan madzhab behavioristnya merupakan penemuan yang monumental dan telah memberikan sumbangan yang tak ternilai harganya dalam dunia pendidikan pada umumnya dan kegiatan pembelajaran khususnya dewasa ini.
Bagaimanapun juga teori belajar (behaviorism, kognitivism, humanistik, dan sibernetik) merupakan landasan pokok dalam menyususn desain, mengembangkan dan melaksanakan pembelajaran. Dalam praktek instuksional tehnik pembentukan perilaku (Skinner) telah banyak digunakan dalam kegiatan pengembangan paket pembelajaran, penyampaian pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran (Mukminan : 1998). Aplikasi teori behavioristik tercermin juga dengan adanya anlisis materi pelajaran untuk menentukan cara mempelajarinya. Bila pelajar dapat menguasai bagian-bagian yang harus dipelajari, maka berarti dia telah memperoleh konfirmasi tentang keberhasilan belajarnya.
Teori behavioristik telah memberikan sumbangan dalam pengembangan pembelajaran (instuctional development) hal ini dapat terlihat pada program dan paket pembelajaran yang menekankan pada soal mengingat-ingat kembali yang lebih memerlukan banyak laihan, pengulangan-pengulangan konsep penting, dan pengkajian ulang secara sistematis.
Secara umum teori belajar (bersifat deskriptif) merupan landasan teori pembelajaran (bersifat peskriptif) yang selanjutnya diterapkan dalam praktik pembelajaran. Teori belajar yang bersifat pragmatik dan eklektik telah memberikan perhatian yang integral pada semua komponen akademika dalam praktek pembelajaran (Suciati dan Prasetya Irawan : 2001). Sebagai contoh aplikasi teori belajar (teori behaviorisme) dalam kegiatan pembelajaran, seperti :
1. Menentukan kompetensi mata pelajaran
2. Menganalisis lingkungan kelas yanag ada saat ini termasuk mengidentifikasi “entry behavior” siswa (pengetahuan awal siswa)
3. Menentukan materi pokok (topik)
4. Memecahkan materi pembelajaran menjadi bagian kecil-kecil (uraian materi pembelajaran)
5. Menyajikan materi pembelajaran
6. Memberikan stimulus yang mungkin berupa :
@ pertanyaan
@ tes
@ latihan
@ tugas-tugas
7. Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan
8. Memberikan stimulus baru
9. Memberikan penguatan/reinforcement (positif maupun negatif)
10. Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan (mengevaluasi hasil belajar)
11. Memberikan penguatan (reinforcement)
12. dan seterusnya.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.Jakarta : Tineka Cipta
Mukminan. (1998). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Pusat Pengembangan Pendidikan Profesi Guru IKIP Yogyakarta .
Mukminan. (2005). Teori Pembelajaran . Hand-Out.
Dawam, Ainurrofiq. (2003). “Emoh Sekolah ”, menolak “Komersialisasi Pendidikan ” dan “Kanibalisme Intelektual ” Menuju Pendidikan Multi Kultural, Yogyakarta : Inspeal Ahimsaharya Press.
Makmun, Syamsudin, Abib. (2001). Psikologi Kepndidikan , Perangkat Sistem Pengajaran Modul , Bandung : PT. Remaja Rosda Karya .
Suciati dan Irawan, Prasetya. (2001).
Langganan:
Postingan (Atom)